Cicak, buanyak banget cicak di dinding rumahku. Apalagi kalo di meja makan ada makanan, asala tidak ada orang, langsung deh tuh cicak pada nyerbu. Bunda suka uring uringan kalo lihat aku atau adek tidak menutup makanan di meja. Takut kena cicak kata bunda.
selain takut, aku juga jijik lihat cicak, tapi mau bagaimana lagi. Bunda sendir tidak suka membunuh binatang, jadi kalo cicak cicaknya dibantai ayah, bunda juga ngomel ngomel, jangan dibantai yah.....uuh, serba salah deh bunda.
By The Way, cicak yang menjijikkan ini ternyata ada manfaatnya juga. Bagi sekelompok orang, cicak mendatangkan bisnis yang bagus dan menggiurkan, dan cicak juga berguna untuk pengobatan, yaitu; sebagai bahan dasar obat penyakit kulit.
Di Desa Jombok, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Cicak menjadi komoditi bisnis. Tanpa merasa jijik dan rikuh sedikitpun, seperti Suparlan (45), salah seorang pengepul cicak, dia mengolah ribuan dan bahkan mungkin ratusan ribu bangkai cicak. Dia bahkan mempekerjakan beberapa orang untuk membantunya.
Caranya juga cukup mudah, cicak dicuci, kemudian ditata pada sebuah wadah dengan posisi terlentang lalu di masukkan ke dalam mesin oven selama 24 jam. Setelah kering, cicak ini kemudian dikumpulkan dan dimasukkan dalam plastik siap untuk di ekspor.
“Awalnya memang jijik, tapi lama-lama ya jadi terbiasa,” ujar Inayah, salah seorang pekerja pengolahan cicak.
Suparlan mengaku sudah lebih dari 10 tahun menggeluti usahanya. Menurut dia, awalnya hanya menjadi pengepul dan penyedia daging katak saja, namun lama kelamaan ia mendapat order dari seorang importir untuk mengolah cicak yang dikeringkan.
Melalui importir atau pihak ketiga tersebut, cicak-cicak kering ini konon diekspor ke Eropa dan Amerika untuk bahan obat-obatan. Suparlan mengaku mendapat pasokan cicak-cicak ini dari para pemburu dengan harga Rp25.000 per kilogram untuk cicak basah. dan Rp100.000 per-kilogram untuk ciak kering/cicak yang sudah dioven.
Dengan dibantu tujuh pekerja, dalam sebulan, rata-rata Suparlan mampu memproduksi cicak kering antara 40 hingga 70 kilogram.
Caranya juga cukup mudah, cicak dicuci, kemudian ditata pada sebuah wadah dengan posisi terlentang lalu di masukkan ke dalam mesin oven selama 24 jam. Setelah kering, cicak ini kemudian dikumpulkan dan dimasukkan dalam plastik siap untuk di ekspor.
“Awalnya memang jijik, tapi lama-lama ya jadi terbiasa,” ujar Inayah, salah seorang pekerja pengolahan cicak.
Suparlan mengaku sudah lebih dari 10 tahun menggeluti usahanya. Menurut dia, awalnya hanya menjadi pengepul dan penyedia daging katak saja, namun lama kelamaan ia mendapat order dari seorang importir untuk mengolah cicak yang dikeringkan.
Melalui importir atau pihak ketiga tersebut, cicak-cicak kering ini konon diekspor ke Eropa dan Amerika untuk bahan obat-obatan. Suparlan mengaku mendapat pasokan cicak-cicak ini dari para pemburu dengan harga Rp25.000 per kilogram untuk cicak basah. dan Rp100.000 per-kilogram untuk ciak kering/cicak yang sudah dioven.
Dengan dibantu tujuh pekerja, dalam sebulan, rata-rata Suparlan mampu memproduksi cicak kering antara 40 hingga 70 kilogram.
Itulahc erita tentang cicak yang menjijikkan.
No comments:
Post a Comment